banner

Thursday, October 4, 2012

Pembatalan Vonis Mati Produsen Narkoba Dinilai Kesalahan Besar MA

    
                                                   Gedung MA



Jakarta Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Henry Yosodiningrat mengingatkan sindikat narkotika dan obat-obatan terlarang adalah jaringan yang kuat dan bisa masuk dalam semua wilayah, termasuk wilayah hukum.

Menurutnya, MA melakukan kesalahan besar dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang membatalkan vonis mati bagi pemilik pabrik narkotika Hengky Gunawan alias Hanky.

"Saya tidak mengatakan bahwa ada campur tangan (pada vonis ini) tapi harus kita antisipasi harus, betul-betul berhati-hati bahwa kepanjangan sindikat narkoba sampai kemana-mana. Sindikat ini kejahatan yang teroganisir, kejahatan yang konsepsional dan sistematis," ujar Henry kepada wartawan, Rabu (3/10/2012).

Menurutnya dalam putusan PK biasanya tidak ada penurunan hukuman. Karena PK diajukan karena adanya kekeliruan yang nyata atau ada novum (bukti baru) yang tidak bisa dihadirkan pada pengadilan tingkat sebelumnya dan menjadi bukti penentu adanya kejahatan pelaku. Karena itu, vonis PK biasanya bukan mengurangi atau mempeberat hukuman, namun menyatakan pelaku bersalah atau tidak.

Dalam membutikan dakwaan, sepenunnya tergantung dari keyakinan hakim, sedangkan berat atau ringan hukuman tergantung rasa keadilan hakim.

"Hakim tidak hanya memperhatikan rasa keadilan dalam sudut pandang pelaku dalam menjatuhkan hukuman, namun juga dari prespektif korban dan keluarganya," tandas Henry.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis mati bagi pemilik pabrik narkotika Hanky Gunawan alias Hanky dengan alasan hukuman tersebut bertentangan dengan konstitusi. Hangky adalah salah satu gembong narkoba di Surabaya yang dijatuhi hukuman mati oleh MA sendiri melalui kasasi.

Seperti diketahui, Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Pol Sumirat Dwiyanto mengatakan putusan MA ini seperti memberi angin segar pada anggota sindikat narkoba bahwa Indonesia adalah negara yang permisif terhadap kejahatan ini. Padahal sudah sedemikian banyak korban mati sia-sia karena barang ini.

Saat ini Indonesia merupakan pasar narkotika yang sangat besar, paling tidak saat ini ada 15 ribu ribu pengguna dengan pencandu sekitara 3,9 juta hingga 4,2 juta jiwa. Sedangkan nilai transaksinya sendiri mencapai Rp48 - Rp50 trilyun pertahun.

"Karena itu, hakim lain harus melihat vonis hukuman mati yang ada di UU Narkotika 35/2009 masih berlaku di Indonesia. MK juga menguatkan putusan itu bahkan dua kali menolak permohonan judicial review soal hukuman mati. Itu jadi landasan bagi para, hakim sebelum memutus," ujar Sumirat.

BNN mencatat ada 66 orang terpidana mati narkoba yang masih mengajukan upaya hukum. Sedangkan terpidana mati yang vonisnya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap 11 orang.

(asp/fdn)

No comments:

Post a Comment