banner

Tuesday, October 2, 2012

Siswa SMA 70 dan 6 Didampingi Psikolog




JAKARTA, berita terkini - Komisi Perlindungan Anak Indonesia bersama Satuan Tugas Perlindungan Anak (Satgas PA) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya meminimalisasi konflik antara pelajar SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70, Jakarta.

Ketua Dewan Pembina KPAI Seto Mulyadi mengatakan, pascatawuran yang menewaskan Alawy Yusianto Putra (15), kegiatan belajar mengajar di kedua sekolah tersebut juga ikut terganggu. Terkait kondisi itu, KPAI akan melakukan pendampingan kepada dua sekolah.

"Kita akan lakukan pendampingan bagi siswa SMA 6 dan SMA 70, kita akan terjunkan psikolog anak untuk melakukan pendampingan agar siswa belajar dengan tenang. Kita bekerjasama dengan Himpunan Psikolog (Himpsi) DKI Jakarta untuk mendampingi memberikan terapi psikologis agar mereka bisa belajar dengan tenang kembali," kata Seto, di Balai Kota DKI, Jakarta, Senin (1/10/2012) kemarin.

Dikatakan Seto, banyak siswa yang frustasi akibat kejadian berdarah itu. Padahal yang melakukan tawuran hanya segelintir siswa. "Seribu orang tiba-tiba dirusak citranya yang sekarang dikenal sebagai sekolah pembunuh. Hal itu membuat mereka ketakutan," kata Seto.

"Waktunya kita harapkan kami programkan selama satu bulan dahulu. Dimulai hari ini, kami terima catatan spontan yang saya katakan tidak pernah diperhatikan seperti misalnya konflik orang tua. Sebanyak dua orang itu untuk satu sekolah pendampingan, kita juga akan mohon bantuan dari Himpsi," kata Seto lagi.

Seto juga menerangkan, penyebab pecahnya tawuran antar sekolah, antara lain karena waktu kurikulum yang terlalu padat sehingga memicu stres. Lalu, kurangnya penghargaan terhadap potensi siswa yang berbeda, kemudian ada unsur provokator dari luar. "Kami juga sudah memohon Wali Kota setempat untuk membersihkan lingkungan sekolah yang diduga sebagai pengedar senjata. Hal itu yang harus dilihat, seperti warung dan pedagang sekitar sekolah mohon diawasi oleh polisi," ujar Seto.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, mendukung sikap KPAI dan Satgas PA untuk melakukan pendampingan terhadap siswa di SMAN 6 dan 70 tersebut. Saat ini, dikatakannya, Disdik DKI sudah mengambil langkah-langkah tegas seperti menghapus kelompok fanatisme dan menghilangkan atribut senioritas di dua sekolah tersebut.

"Sekarang sudah tidak ada lagi kelompok fanatisme di SMA Negeri 70, semuanya sudah dilebur jadi satu. Tidak boleh lagi ada simbol-simbol senioritas di sekolah, seperti kuncir rambut, warna sepatu bagi laki-laki dan sebagainya," kata Taufik.

Selanjutnya, Dinas Pendidikan DKI akan lebih menggiatkan kegiatan ekstrakurikuler yang lebih intensif lagi dibandingkan sebelumnya. Dengan kegiatan ekskul itu dikatakannya semua, baik siswa kelas X maupun kelas XII akan membaur menjadi satu dan membuat suasana menjadi lebih kondusif, sehingga tidak ada lagi jurang antar angkatan dan wujud senioritas.

No comments:

Post a Comment