banner

Wednesday, September 26, 2012

Cegah Kasus 'Innocence of Muslims', SBY Tawarkan Konsensus Internasional



Berita terkini New York, Di tengah ruang sidang utama Markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Presiden SBY dengan lantang menyuarakan konsensus internasional untuk mencegah permusuhan berlatar agama seperti kasus Innocence of Muslims yang menggemparkan dunia. Menurut SBY, kebebasan berekspresi itu tidak mutlak.

Hal ini disampaikan SBY saat menyampaikan pidato dalam Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-67 PBB, di markas PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa (25/9/2012) waktu setempat. Mendapat nomor urut 9 setelah antara lain Presiden AS Barack Obama, SBY menyampaikan pidato selama 15 menit.

Dalam pidatonya, SBY menekankan mengenai budaya universal saling toleransi dan menghargai keyakinan beragama satu sama lain. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi keragaman budaya dan agama, Indonesia menyerukan saling menghormati dan pengertian di antara orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda-beda.

SBY prihatin bahwa pencemaran nama baik agama itu sampai sekarang masih ada. "Meskipun ada inisiatif dari negara-negara PBB dan juga forum lain, pencemaran nama baik agama terus berlanjut. Kami telah melihat lagi salah satu wajah yang buruk dalam film 'Innocence of Muslims' yang sekarang menyebabkan kegemparan internasional," kata SBY.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa dalam melaksanakan kebebasan berekspresi, setiap orang harus memperhatikan moralitas dan ketertiban umum. "Kebebasan berekspresi itu tidak mutlak. Oleh karena itu, saya meminta sebuah instrumen internasional untuk secara efektif mencegah hasutan permusuhan atau kekerasan berdasarkan agama atau kepercayaan. Instrumen ini, produk dari konsensus internasional, yang masyarakat dunia harus mematuhinya," ujar SBY.

Untuk mendukung hal ini, SBY mendorong adanya dialog antar agama, peradaban, dan kebudayaan. "Tapi tentu saja dialog ini tidak hanya sekadar dialog, tetapi harus diterjemahkan ke dalam kerjasama yang sebenarnya sehingga masyarakat dari berbagai budaya dan agama dapat datang menghormati satu sama lain. Komunitas ini akan menjadi benteng bagi perdamaian," terang SBY.

Dalam pidatonya, SBY juga menyinggung mengenai konflik Suriah. Menurut dia, konflik Suriah ini sebagai bukti bahwa belum ada instrumen yang memadai di PBB dalam menangani seluruh spektrum konflik masyarakat di semua belahan dunia. "Oleh karena itu, Indonesia menegaskan kembali seruannya bagi penghentian segera kekerasan di Suriah, yang telah mengambil banyak korban dari warga sipil tak berdosa," jelas dia.

SBY berharap PBB bisa menemukan cara yang lebih baik dalam menangani perselisihan dan pertikaian sebagaimana PBB bisa menyelesaikan konflik-konflik seperti di Angola, Bosnia, Kamboja, Timor Leste, dan banyak lagi. SBY juga berharap konfik di Laut China Selatan juga akan selesai dengan damai.

Menurut SBY, PBB juga harus bisa mengantisipasi tantangan keamanan abad ke-21. Saat ini, sudah tidak ada ancaman bencana nuklir dan tidak ada prospek perang dunia yang telah dua kali merusak dunia pada abad ke-20. Ekonomi global telah berkembang sangat baik. Setiap bangsa saling bergantung dan perlu mengedepankan kerja sama internasional.

"Kini, kita telah pindah dari era perang dingin ke era perdamaian yang hangat. Dalam hal 'perdamaian yang hangat', saat ini dunia tetap terjebak dengan arsitektur keamanan internasional yang sudah usang yang masih mencerminkan kondisi abad ke-20, padahal seharusnya dengan arsitektur ekonomi global yang telah berkembang lebih baik untuk menyongsong abad ke-21," jelas SBY.

No comments:

Post a Comment